RAMADHAN SEBAGAI PENGUAT TAUHID


RAMADHAN SEBAGAI PENGUAT TAUHID
oleh: Abdul Ghani
Di dalam hadist qudsi dijelaskan, bahwa puasa yang diwajibkan kepada seluruh muslim dibulan Ramadhan adalah ibadah yang begitu spesial, Allah mengatakan puasa adalah untukku dan aku yang akan membalasnya. Begitu spesialnya bulan Ramadhan dan puasa yang diwajibkan padanya. Sampai-sampai balasan yang berlipat yang manusia tidak tahu berapa, bagaimana bentuk dan kapan balasan tersebut diturunkan Allah bagi yang dikehendakinya.
Belum lagi segala bentuk ibadah yang dilakukan dibulan Ramadhan menjadi berlipat ganda juga balasannya dari Allah, begitu besar rahmat dan kasih sayang Allah kepada hambanya. Masih berbicara tentang keutamaan bulan Ramadhan, Rasul SAW mengatakan: “ Siapa yang berpuasa dibulan Ramadhan dengan penuh keimanan, dan memohon ampun, Allah akan ampuni segala dosa yang telah terdahulu dari orang tersebut – dihadist lain disebutkan – bahkan diampuninya dosa yang belum dikerjakan”. Bagaimanapun ampunan adalah dari Allah.
 Ramadhan yang disebutkan bahwa pada awalnya adalah rahmah (rahmat, setelahnya adalah maghfirah(Ampunan), penutupnya adalah “ itqu minannar ” (terbebas dari api neraka). Bulan Ramadhan juga ditambah khusus lagi dengan adanya lailatulqadar. Suatu malam dibulan Ramadhan yang malam tersebut beribadah padanya lebih baik dari seribu bulan.
Kalau dibahas mengenai keutamaan bulan Ramadhan yang begitu banyak, menjadikan kita berfikir, begitu besar rahmat (kasih sayang) Allah kepada manusia, semuanya adalah nikmat yang diberikan Allah kepada ciptaannya, “maka nikmat yang mana lagi yang engkau dustai”. Walaupun demikian keadaannya, apalah arti keutamaan/ fadhilah jika tidak bisa didapatkan. Dengan kata lain, percuma membahas keutamaan Ramadhan kalau ternyata kita yang sudah berada di dalam Ramadhan tersebut tetapi sama sekali tidak bisa merasakan penting dan berartinya Ramadhan buat diri kita, sama halnya dengan, menceritakan kekayaan yang tidak ada ditangan kita, itu sia sia.
Puasa, itulah ibadah dari ibadah-ibadah yang mengisi bulan Ramadhan secara utuh. semua orang tahu kalau puasa dibulan Ramadhan itu adalah wajib, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran: “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian semoga kalian menjadi orang yang bertaqwa”.
Jadi tidak perlu dibahas lagi mengenai wajibnya puasa dibulan Ramadhan. Jika dibahas sesuatu yang sudah jelas, tidak terlalu memberikan manfaat, karena puasa adalah wajib, jadi kita tak perlu membahas, apakah wajib atau sunnah?!
Puasa bukanlah sesuatu yang terbatas, hanya menahan makan dan minum, atau puasa zhohir (kelihatan)melainkan yang tak kalah penting dan tak boleh diabaikan adalah puasa batin, bahkan puasa batin adalah puasa yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu, bukan hanya dibulan Ramadhan tapi juga diluar Ramadhan mesti bisa berpuasa batin. Mungkin muncul didalam pikiran kita semua, apa itu puasa batin dan seperti apa puasa batin tersebut? Secara ringkas, penulis memahami puasa batin yaitu : Menahan diri dari mengingat kepada selain Allah.
Puasa seperti ini yang dimaksudkan dari puasa batin tersebut yang tidak terbatas ruang dan waktu, sedikit mengulang kembali mengenai cerita Nabi Adam ketika keluar dari surga, yang merupakan akibat dari kesuksesan Iblis dalam usaha menggoda Nabi Adam.
 Nabi Adam menyadari kalau dirinya telah lupa dengan pesan Allah, walaupun hanya sesaat nabi Adam menyadari kesalahannya tersebut, dan akhirnya bertaubat dan doa ini yang harus kita ketahui bersama, “Rabbana zolamna anfusana wa illam taghfirlana watarhamna lanakunanna minalkhasirin
Artinya : ya Tuhan kami, sungguh kami telah menzolimi diri kami, jika tanpa ampunanmu dan kasih sayangmu sungguh kami adalah orang-orang yang merugi. Khilafnya Nabi Adam ketika sesaat lupa mengingat allah, sehingga terbawa oleh rayuan Iblis adalah kezoliman manusia terhadap diri manusia itu sendiri, dengan kata lain, puasa yang pada hakikatnya adalah menahan, bukan sekedar menahan dari yang nyata, melainkan lebih dalam dari makna tersebut adalah, menahan diri dari tidak mengingat Allah.
Puasa yang hanya dengan menahan diri dari makan dan minum bisa dikatakan tidak ada manfaatnya, Rasulullah mengatakan: “ Betapa banyak orang-orang yang berpuasa, tidak ada sedikitpun yang mereka peroleh dari puasa mereka kecuali lapar dan haus”
Yang paling mendasar dari ibadah, baik di Ramadhan atau pun diselain Ramadhan adalah tiga aspek penting dalam aqidah yang benar yaitu:
Ø  Ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah)
Ø  Tauhidullah (pengesaan Allah)
Ø  Tanzihullah(pensucian Allah)
Tanpa aspek-aspek tersebut, ibadah akan berubah arah menjadi kesyirikan, bagaimana tidak? Ibadah secara bahasa adalah penghambaan, dengan maksud penghambaan diri kepada tuhan sang pemilik semua hamba. Berikut pembahasan lebih lanjut:
ü  Ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah) adalah salah satu dari tiga inti penurunan Al                 Quran sebagai kalamullah  ( perkataan Allah )  tiga inti tersebut adalah: Ma”rifatullah (Pengetahuan tentang Allah),Ma’rifatuyaumilakhir (Pengetahuan  hari akhir), Ma’rifatusshirat (Pengetahuan jalan yang lurus)
Tiga inti inilah yang dicakup dalam AL-Quran sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya (  Jauharu  Al – Quran ).
Pengetahuan akan Allah tersebut, sebagaimana Sheikh Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan,Allah telah menciptakan makhluk makhluk agar makhluk makhluk tersebut mengeahui Allah subhanahu wata’aladengan asmaulhusna (nama-nama allah) dan sifat sifatnya yang begitu tinggi, yang allah tersebut bersifat dengan segala kesempurnaan dan suci dari segala bentuk kekurangan.
Di samping itu, Ibnu katsir dalam kitab beliau tafisr Alquranul Adzhim, beliau menafsirkan ayat yang mengatakan, “Dan tidaklah kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk ibadah” Ibnu katsir menafsirkan kata-kata ibadah dalam ayat tersebut dengan makna liya’rifun : untuk mengetahui, artinya Allah menciptakan jin dan manusia untuk mengetahui Allah sebagai Tuhan sekalian alam.  Ibadah tidak akan menjadi ibadah tanpa pengetahuan, pengetahuan tersebut adalah, pengetahuan terhadap siapa yang disembah.
Saat mengaku menjadi hamba Allah, sudahkah engkau menyembah Allah dengan benar (penuh pengetahuan)?, dan jangan mengaku menjadi hamba allah kalau belum melakukan ibadah dengan benar, apalagi kalau tidak beribadah sama sekali.
Kembali kepada pembahasan puasa Ramadhan, keterkaitan antara ma’rifatullah dengan puasa itu sendiri, dari siapa dan untuk siapakah puasa tersebut, dengan kata lain ma’rifatullah adalah bentuk lain dari makna ikhlas dalam ibadah khususnya puasa yang ikhlas tersebut tidak bisa ditinggalkan sama sekali.
Ikhlas sebagaimana penjelasan Imam Sahal At-Tustari adalah: gerak  dan diam mu, yang terlihat dan tak terlihat dari dirimu adalah untuk Allah.
Pemahaman ini jika dibawakan kepada puasa, berarti puasa tersebut adalah untuk Allah, dan semata-mata untuk Allah saja, iyyaka na’budu (hanya kepada Allah kita menyembah )

Ma’rifatullah, berkaitan erat dengan ma’rifatunnafs (pengetahuan akan diri sendiri) bagaimana mau tahu pencipta sedangkan yang diciptakan saja tidak tahu,
Nabi Muhamad SAW bersabda,  “ Siapa yang mengetahui akan dirinya, sungguh dia telah mengetahui Allah. Penciptaan manusia bukanlah sebuah peristiwa yang ada secara kebetulan seperti apa yang ditemukan dalam teori evolusi (Darwin), sebab jika kita memahami segala peristiwa terjadi secara kebetulan, berarti secara otomatis telah mengingkari hakikat manusia itu sendiri, hakikat manusia sebagai makhluk yang diciptakan tanpa unsur kebetulan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana cara mengetahui Allah tersebut, pengetahuan terhadap diri seperti apa yang membawa kepada pengetahuan tentang Allah, dalam hal ini Imam Ghazali mengatakan, “bentuk (fisik dan non fisik) Nabi Adam tersebut telah diciptakan Allah, itulah rahmat dari Allah yang tanpa rahmatnya sungguh Nabi Adam tidak bisa mengetahui Tuhannya karena tidaklah seseorang bisa mengetahui tuhan kecuali dia mengetahui akan dirinya”.
Dengan merenungi akan diri sendiri, barangkali demikian maksud dari kalimat yang dilontarkan oleh Imam Ghazali dalam kitab ( misykatul anwar ) tulisan beliau. Ma’rifatullah butuh kepada pembahasan yang begitu panjang, di lain tempat mungkin dapat ditemukan pembahasan lebih panjangnya.
Kemudian ma’rifatullah tersebut tidak terhenti hanya sampai sekedar tahu dengan Allah, aspek penting selanjutnya yang menjadi inti dari ibadah adalah tauhidullah (pengesaan Allah). Ke-Esa-an dan peng-Esa-an Allah tercakup dalam kalimat tahlil “ la ilaha illallah ”(tiada Tuhan selain Allah) dengan makna sederhananya: Tidak ada Tuhan sama sekali yang pantas disembah kecuali hanya Allah. Itulah dasar tauhid, yang mencakup semua bentuk tauhid uluhiah rububiah, asma wa sifat.
Kembali ke pembahasan puasa, Berpuasa berarti mentauhidkan Allah dengan beribadah hanya semata mata kepada Allah. Imtisal liawamirillah (melaksanakan semua perintah Allah) menjadi bukti manusia bertauhid, karena memang sudah jelas bahwa berpuasa di bulan Ramadhan adalah perintah allah. Saat seorang Muslim berpuasa dengan penuh pengetahuan akan Allah atau penuh keikhlasan dalam berpuasa berarti Muslim tersebut telah mengesakan Allah dengan melaksanakan perintah tersebut penuh dengan pengetahuan.
 Mungkin yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apa kaitan antara tauhid dengan pengetahuan akan Allah itu sendiri? Yang harus ditegaskan antara kedua aspek tersebut tidak bisa terpisah sama sekali. Analogi nya seperti ini, saat seseorang mengatahui yang membuat mobil ini adalah si Ahmad, saat itu juga orang tersebut akan mengatakan bahwa si Ahmad lah satu satunya orang yang telah menciptakan mobil ini. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut tidak akan sama makna sama sekali jika tidak diiringi dengan sebuah pengakuan. Di situ pentingnya pengetahuan dan pengakuan dari diri.
Aspek berikutnya adalah Tanzihullah (mensucikan Allah dari segala bentuk kekurangan), aspek yang tidak bisa terlepas dari tauhid yang benar. Tanzihullah ini berbentuk pensucian akan zat Allah dari segala bentuk yang tidak sesuai bagi zat ketuhanan yang bersifat dengan segala bentuk kesempurnaan dan suci dari segala bentuk kekurangan.
Berbeda halnya dengan aqidah yang dipeluk oleh Yahudi yang menyifati Tuhan dengan sifat-sifat makhluk yang pastinya tidak sesuai dengan zat ketuhanan, begitu banyak ayat-ayat di dalam Al-Al-Quran yang berbicara seputar tanzihullah ataupun tasbih kepada Allah, sebagai contoh dapat kita temukan dalam surat al-anbiya ayat 87 yang berbunyi, “ Tiada Tuhan selain engkau maha suci zat engkau sungguh aku termasuk orang-orang yang zolim” .
Ramadhan dan segala ibadah yang ada di dalamnya adalah sarana bagi kita semua untuk menghambakan diri dengan sepenuhnya kepada Allah SWT, dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, semoga kita semua terjauh dari kemurkaan Allah, dan semoga Ramadhan yang penuh berkah menjadikan kita hamba Allah yang terdidik untuk benar-benar meresapi hakikat kita sebagai manusia yang bertuhan.
Mari kita semua menjalani ibadah sebagai hamba dengan penuh keyakinan bahwa Allah tidak akan menyiakan amalan yang telah kita lakukan.
 Hasbunallah wani’malwakil, Rabbana atina fiddunya hasanah wafilakhirati hasanah waqina azabannar. Wallahu min warailqashdi.

Posted by Islam Indonesia Kaffah on 17.35. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0

0 komentar for RAMADHAN SEBAGAI PENGUAT TAUHID

Leave comment

Komentar Yang Membangun Adalah Usaha Seseorang Untuk Membuat Perubahan Pada Orang Lain, Katakanlah Yang Membuat Hati mereka Jadi Tersenyum

opini

dailyvid

FLICKR PHOTO STREAM

Banner Sahabat

SC Community http://blog-triks.blogspot.com

2010 cairozagzig. All Rights Reserved. - Designed by Huy